Senin, 01 Juli 2013

SAMPAH, KEBERSIHAN DAN KESEHATAN


OLEH :  SOLEMAN MONTORI

            Sampah merupakan material sisa setelah berakhirnya suatu proses. Ada yang berbentuk padat, cair, dan gas. Berdasarkan sifatnya, sampah terdiri atas dua jenis, yaitu sampah organik  dan anorganik. Sampah organik merupakan sampah yang dapat diurai (degradable) oleh mikroorganisme, misalnya sisa makanan, sisa sayuran, dan dedaunan hijau/kering yang gugur. Sedangkan sampah anorganik merupakan sampah yang tidak terurai (undegradable), misalnya kertas, kardus, plastik, kantong plastik keresek, kaleng, botol, pecahan beling, aki, dan batteray.
                Sampah di alam liar mengalami proses daur ulang secara alami. Misalnya daun-daun kering di hutan terurai degan sendirinya dan berubah menjadi tanah. Sedangkan sampah di luar alam liar, misalnya sampah rumah tangga dan daun-daun kering di lingkungan pemukiman menjadi masalah jika tidak ditangani dengan baik. Sampah jenis inilah yang mengganggu kebersihan lingkungan dan mempengaruhi kesehatan manusia. Berdasarkan hasil riset sejumlah pakar, umumnya sampah yang dihasilkan (oleh manusia) di Indonesia sekitar 80%  adalah sampah organik dan campuran plastik. Khusus kota Manado sesuai data Bappenas (2013), sampah organik sekitar 72 % dan anorganik 28 %.
Kehidupan masyarakat modern dalam memproduksi sampah lebih banyak daripada masyarakat tradisional. Kenyataan ini bisa kita lihat di kota-kota besar, yaitu persoalan penanganan sampah yang tak kunjung terpecahkan. Banyak masyarakat yang belum menyadari bahwa jika sampah tidak dikelola dengan baik, misalnya dibuang di tempat yang tidak semestinya atau dibiarkan lama menumpuk di sekitar pemukiman bisa  menjadi sarana perkembangan (vektor) berbagai penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri. Gelas atau botol air mineral yang berada di tumpukan sampah dan di dalamnya masih tersisa air merupakan tempat berkembangnya jentik nyamuk Aedes aegypti sebagai penyebab Demam Berdarah Denue (DBD).
Seiring dengan  makin bertambahnya jumlah penduduk, volume sampah juga meningkat dan hal ini berkontribusi  besar terhadap  masalah sanitasi dan derajat kesehatan masyarakat. Menurut Menteri Lingkungan Hidup, Balthasar Kambuaya, bahwa setiap hari satu orang menghasilkan sampah sebanyak 2 sampai 3 kg. Dari sampah yang dihasilkan tersebut terdapat sampah kategori beracun atau B3 (Bahan Berbahaya Beracun) seperti batteray, lampu TL (neon), accu bekas, jarum refill dan tinta printer, semuanya sangat berbahaya bagi kesehatan.
Lingkungan yang tidak higienis dan sanitasi yang tidak sehat akibat penanganan sampah yang tidak baik sangat rentan terhadap penularan berbagai penyakit. Sampah yang dibuang di got dan ditimbun sampai membusuk menjadi tempat perkembangan virus dan bakteri. Gas amoniak dari sampah yang membusuk selain mengakibatkan pencemaran udara, juga bisa menimbulkan penyakit paru-paru, dan dapat  menjadi salah satu faktor peningkatan jumlah emisi gas rumah kaca di atmosfer. Gas metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) yang berasal dari timbunan sampah merupakan  penyebab utama terjadinya pemanasan global. 
Salah satu cara untuk mengatasi masalah sampah adalah menjualnya di bank sampah dan mendaurnya kembali. Sangat tidak dianjurkan jika menyingkirkan sampah dengan cara dibakar, atau membuangnya di tempat yang dilarang dan menimbunnya sampai membusuk di ruang yang terbuka. Harus diakui bahwa pengelolaan sampah dan sanitasi oleh masyarakat  belum mendapat prioritas yang semestinya. Padahal sampah yang dibuang secara sadar dan sengaja di got,  di kanal dan di sungai bahkan di laut  bisa menimbulkan masalah yang lebih besar, misalnya menurunnya tingkat kesehatan masyarakat, kerusakan lingkungan, bahkan seseorang jika sakit dapat mengakibatkan kerugian ekonomi yang besar.
Mengapa sampah tidak boleh dibuang atau ditimbun di tempat yang dilarang. Karena sampah organik yang ditimbun terlalu lama akan mengalami dekomposisi secara anaerobik, sehingga  menghasilkan gas metana (CH4). Gas metana (CH4) terbentuk karena proses fermentasi secara anaerobik oleh bakteri metana anaerobik dan bakteri biogas. Kedua bakteri ini mengurai timbunan sampah yang mengandung bahan organik, sehingga terbentuk gas metana (CH4), yang apabila dibakar dapat menghasilkan energi panas. Gas CH4 memiliki kekuatan merusak 20 kali lipat dari gas CO2.
Penanganan sampah dengan cara dibakar juga dilarang oleh undang-undang. Mengapa? Karena sampah yang  dibakar dapat menghasilkan gas karbon dioksida (CO2). Pembakaran sampah walaupun skalanya kecil sangat berperan dalam menambah jumlah zat pencemar di udara, terutama debu dan hidrokarbon. Zat pencemar (debu dan hidrokarbon) tidak hanya berbahaya bagi lingkungan tetapi juga berbahaya langsung terhadap manusia. Polutan yang dihasilkan akibat pembakaran sampah dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan memicu kanker (karsinogenik), mengakibatkan Inveksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), gangguan paru-paru, dan pemanasan global.
 Mungkin karena ketidaktahuan, sehingga masih ada warga masyarakat yang melenyapkan sampah plastik dengan cara membakarnya. Padahal jika proses pembakaran kurang sempurna dan tidak dapat mengurai partikel-partikel plastik dengan sempurna, hasil pembakaran akan menjadi dioksin di udara. Bila manusia menghirup dioksin, yaitu senyawa kimia beracun yang larut dalam lemak, akan rentan terhadap berbagai penyakit di antaranya kanker, gangguan sistem saraf, hepatitis, gangguan reproduksi, kerusakan terhadap sistem kekebalan tubuh, pembengkakan hati dan gejala depresi.
Sebagai gambaran, pembakaran 1 ton (1000 kg) sampah akan menghasilkan 30 kg gas karbon monoksida (CO). Memang jumlah CO yang dihasilkan tidak terlalu banyak, tapi jika terus menerus dilakukan pembakaran,  jumlah karbon monoksida yang dihasilkan akan semakin banyak. Gas monoksida (CO) jika terhirup akan berikatan sangat kuat dengan haemoglobin darah sehingga dapat menyebabkan tubuh orang yang menghirupnya kekurangan oksigen (O2) dan dapat mengakibatkan kematian.
Benarkah sampah merupakan hasil proses akhir yang tak berguna dan harus dimusuhi? Jawabannya tidak! Karena sampah bukanlah benda mati yang harus dimusuhi. Sampah bisa menjadi sumber daya yang bermanfaat dan memiliki nilai ekonomi,  antara lain dapat diolah menjadi  pupuk kompos, dibuat batu bricket untuk bahan bakar, bahan untuk produk daur ulang, bisa diubah/diolah menjadi energi pembangkit listrik dan bisa menghasilkan uang dengan cara menjualnya di bank sampah.
                Tujuan dibangunnya bank sampah sebenarnya bukan untuk bank sampah itu sendiri, tetapi sebagai strategi untuk membangun kepedulian masyarakat agar dapat berkawan dengan sampah. Bank sampah tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus terintegrasi dengan gerakan 4R (Reduce: mengurai, Reuse: memakai kembali, Recycle: mendaur ulang dan Replace: mengganti), sehingga manfaat bank sampah tidak hanya dari segi ekonomi, tetapi juga untuk pembangunan lingkungan yang bersih, hijau dan sehat.
 Masalah pengelolaan sampah tidak hanya menjadi tanggung jawab pihak yang di hilir (masyarakat), tetapi juga yang di hulu (perusahaan). Menteri Negara Lingkungan Hidup, Balthasar Kambuaya mengatakan bahwa sampah akan menjadi ancaman serius bila tidak dikelola dengan baik. “Beberapa tahun mendatang bukan tidak mungkin sekitar 250 juta rakyat Indonesia akan hidup bersama tumpukan sampah di lingkungan tempat tinggalnya,” ujarnya prihatin.
Kesadaran masyarakat tentang kebersihan dan kesehatan lingkungan masih sangat rendah. Relatif banyak warga masyarakat yang bersikap apatis terhadap masalah kebersihan dan kesehatan lingkungan. Kebersihan dan kesehatan lingkungan dianggap bukan prioritas, tidak menguntungkan diri sendiri, dan dianggap urusan orang lain. Sikap inilah yang membuat sebagian warga masyarakat seenaknya membuang sampah pada tempat yang dilarang; membakar sampah sehingga mengakibatkan polusi udara, membuang sampah di got dan sungai sehingga mengakibatkan pencemaran air, semuanya dilakukan dengan perasaan tak rasa bersalah. Akibatnya, kasus-kasus yang menyangkut masalah kebersihan dan kesehatan selalu meningkat. Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena masih rendahnya atau bahkan tidak adanya kesadaran dan rasa memiliki!
Kesadaran untuk menjaga dan memelihara lingkungan yang bersih dan sehat sangat penting untuk terus ditumbuhkan. Kesadaran adalah proses yang diawali oleh adanya rasa memiliki (sense of belonging). Rasa memiliki lingkungan sekitar yang ditandai dengan kepedulian terhadap kebersihan lingkungan akan memicu rasa tanggung jawab (sense of responsibility). Selanjutnya, rasa tanggung jawab (sense of responsibility) ini akan menghasilkan kesadaran penuh warga bahwa tanggung jawab untuk menjaga lingkungan bukan hanya kewajiban pemerintah semata tapi juga warga masyarakatnya. 7***   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar