OLEH :
SOLEMAN MONTORI
Sampah
merupakan material sisa setelah berakhirnya suatu proses. Ada yang berbentuk padat,
cair, dan gas.
Berdasarkan sifatnya, sampah terdiri
atas dua jenis, yaitu sampah organik dan
anorganik. Sampah organik merupakan sampah yang dapat diurai (degradable) oleh mikroorganisme,
misalnya sisa makanan, sisa sayuran, dan dedaunan hijau/kering yang gugur. Sedangkan sampah anorganik merupakan sampah yang
tidak terurai (undegradable),
misalnya kertas, kardus, plastik, kantong plastik keresek, kaleng, botol, pecahan
beling, aki, dan batteray.
Sampah di alam liar mengalami proses daur ulang secara alami. Misalnya daun-daun kering
di hutan terurai degan sendirinya dan
berubah menjadi tanah. Sedangkan sampah di luar alam liar, misalnya sampah rumah tangga dan daun-daun
kering di lingkungan pemukiman
menjadi masalah jika tidak ditangani dengan baik. Sampah jenis inilah yang
mengganggu kebersihan lingkungan dan mempengaruhi kesehatan manusia. Berdasarkan
hasil riset sejumlah pakar, umumnya sampah yang dihasilkan (oleh manusia) di Indonesia sekitar 80% adalah sampah organik
dan campuran plastik. Khusus kota
Manado sesuai data Bappenas (2013), sampah organik sekitar 72 % dan anorganik
28 %.
Kehidupan masyarakat modern dalam memproduksi sampah lebih banyak daripada
masyarakat tradisional. Kenyataan ini bisa kita lihat di kota-kota besar, yaitu persoalan
penanganan sampah yang tak kunjung terpecahkan. Banyak
masyarakat yang belum menyadari bahwa jika sampah tidak dikelola dengan baik,
misalnya dibuang di tempat yang tidak semestinya atau dibiarkan lama menumpuk
di sekitar pemukiman bisa menjadi sarana perkembangan
(vektor) berbagai penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri. Gelas atau botol air mineral yang berada di tumpukan
sampah dan di dalamnya masih tersisa air merupakan tempat berkembangnya jentik
nyamuk Aedes aegypti sebagai penyebab Demam Berdarah Denue (DBD).
Seiring dengan
makin bertambahnya jumlah penduduk, volume sampah
juga meningkat dan hal ini berkontribusi besar terhadap masalah sanitasi dan derajat kesehatan masyarakat. Menurut
Menteri Lingkungan Hidup, Balthasar Kambuaya,
bahwa setiap hari satu orang menghasilkan sampah sebanyak 2 sampai 3 kg. Dari
sampah yang dihasilkan tersebut terdapat sampah kategori beracun
atau B3 (Bahan Berbahaya Beracun) seperti
batteray, lampu TL (neon), accu bekas, jarum
refill dan tinta printer, semuanya
sangat berbahaya bagi kesehatan.
Lingkungan yang tidak higienis dan sanitasi yang tidak sehat akibat
penanganan sampah yang tidak baik sangat rentan terhadap penularan berbagai penyakit. Sampah yang dibuang di got dan ditimbun sampai
membusuk menjadi tempat perkembangan virus dan bakteri. Gas amoniak dari sampah yang
membusuk selain mengakibatkan pencemaran udara, juga bisa menimbulkan penyakit
paru-paru, dan dapat menjadi salah satu faktor peningkatan jumlah
emisi gas rumah kaca di atmosfer. Gas metana (CH4) dan
karbon dioksida (CO2) yang berasal dari timbunan sampah merupakan penyebab utama terjadinya pemanasan global.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah
sampah adalah menjualnya di bank sampah dan mendaurnya kembali. Sangat tidak
dianjurkan jika menyingkirkan sampah dengan cara dibakar, atau membuangnya di
tempat yang dilarang dan menimbunnya sampai membusuk di ruang yang terbuka. Harus
diakui bahwa pengelolaan sampah dan sanitasi oleh masyarakat belum mendapat prioritas yang semestinya. Padahal
sampah yang dibuang secara sadar dan sengaja di got, di kanal dan di sungai bahkan di laut bisa menimbulkan masalah yang lebih besar, misalnya
menurunnya tingkat kesehatan masyarakat, kerusakan lingkungan, bahkan seseorang
jika sakit dapat mengakibatkan kerugian ekonomi yang besar.
Mengapa sampah tidak boleh dibuang atau ditimbun di
tempat yang dilarang. Karena sampah organik yang ditimbun terlalu lama akan mengalami dekomposisi secara
anaerobik, sehingga menghasilkan gas
metana (CH4). Gas metana (CH4) terbentuk karena
proses fermentasi secara anaerobik oleh bakteri metana anaerobik dan bakteri
biogas. Kedua bakteri ini mengurai timbunan sampah yang mengandung bahan organik,
sehingga terbentuk gas metana (CH4), yang apabila dibakar dapat
menghasilkan energi panas. Gas CH4 memiliki kekuatan merusak 20 kali
lipat dari gas CO2.
Penanganan sampah dengan cara dibakar juga dilarang
oleh undang-undang. Mengapa? Karena sampah yang
dibakar dapat menghasilkan gas karbon dioksida (CO2). Pembakaran
sampah walaupun skalanya kecil sangat berperan dalam menambah jumlah zat
pencemar di udara, terutama debu dan hidrokarbon. Zat pencemar (debu dan
hidrokarbon) tidak hanya berbahaya bagi lingkungan tetapi juga berbahaya
langsung terhadap manusia. Polutan yang dihasilkan akibat pembakaran sampah
dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan memicu kanker (karsinogenik), mengakibatkan
Inveksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), gangguan paru-paru, dan pemanasan
global.
Sebagai gambaran, pembakaran 1
ton (1000 kg) sampah akan menghasilkan 30 kg gas karbon monoksida (CO). Memang
jumlah CO yang dihasilkan tidak terlalu banyak, tapi jika terus menerus
dilakukan pembakaran, jumlah karbon
monoksida yang dihasilkan akan semakin banyak. Gas monoksida (CO) jika terhirup
akan berikatan sangat kuat dengan haemoglobin darah sehingga dapat menyebabkan
tubuh orang yang menghirupnya kekurangan oksigen (O2) dan dapat mengakibatkan
kematian.
Benarkah sampah merupakan hasil proses akhir yang tak berguna dan
harus dimusuhi? Jawabannya tidak! Karena sampah bukanlah benda mati yang harus
dimusuhi. Sampah bisa menjadi sumber daya yang bermanfaat dan memiliki nilai
ekonomi, antara lain dapat diolah
menjadi pupuk kompos, dibuat batu
bricket untuk bahan bakar, bahan untuk produk daur ulang, bisa diubah/diolah
menjadi energi pembangkit listrik dan bisa menghasilkan uang dengan cara
menjualnya di bank sampah.
Tujuan dibangunnya bank sampah
sebenarnya bukan untuk bank sampah itu sendiri, tetapi sebagai strategi untuk membangun kepedulian masyarakat agar dapat “berkawan” dengan sampah. Bank sampah tidak
dapat berdiri sendiri,
tetapi harus terintegrasi dengan gerakan 4R (Reduce: mengurai,
Reuse: memakai kembali, Recycle: mendaur ulang dan Replace: mengganti), sehingga manfaat bank sampah tidak hanya dari segi ekonomi, tetapi juga untuk
pembangunan
lingkungan yang bersih, hijau dan sehat.
Kesadaran masyarakat tentang kebersihan dan kesehatan lingkungan masih sangat
rendah. Relatif banyak warga masyarakat yang bersikap apatis terhadap masalah kebersihan
dan kesehatan lingkungan. Kebersihan dan kesehatan lingkungan dianggap bukan
prioritas, tidak menguntungkan diri sendiri, dan dianggap urusan orang lain. Sikap
inilah yang membuat sebagian warga masyarakat seenaknya membuang sampah pada
tempat yang dilarang; membakar sampah sehingga mengakibatkan polusi udara, membuang
sampah di got dan sungai sehingga mengakibatkan pencemaran air, semuanya
dilakukan dengan perasaan tak rasa bersalah. Akibatnya, kasus-kasus yang
menyangkut masalah kebersihan dan kesehatan selalu meningkat. Mengapa hal ini
bisa terjadi? Karena masih rendahnya atau bahkan tidak adanya kesadaran dan
rasa memiliki!
Kesadaran untuk menjaga dan memelihara lingkungan yang bersih
dan sehat sangat penting untuk terus ditumbuhkan. Kesadaran adalah proses yang
diawali oleh adanya rasa memiliki (sense
of belonging). Rasa memiliki lingkungan sekitar yang ditandai dengan
kepedulian terhadap kebersihan lingkungan akan memicu rasa tanggung jawab (sense of responsibility). Selanjutnya, rasa
tanggung jawab (sense of responsibility)
ini akan menghasilkan kesadaran penuh warga bahwa tanggung jawab untuk menjaga
lingkungan bukan hanya kewajiban pemerintah semata tapi juga warga masyarakatnya.
7***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar